KERaN

KERaN
Merdeka

Jumat, 21 Januari 2011

Sambutan Bpk. Adi Sasono

Transkrip orasi Bpk. Adi Sasono - 27 Desember 2010 di Bali

Dalam acara yang diselenggarakan Koperasi Ekonomi Rakyat Nusantara



Kebangkitan Ekonomi Rakyat Nusantara
27 Desember 2010
Koperasi... pertahanan terakhir dalam peperangan melawan penjajahan ekonomi -- Bpk. Adi Sasono (mantan Menkop RI, Ketua Dewan Pembina Dekopin RI, penasehat KERaN)



Om Swastiastu, Salam Sejahtera,

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh...



Tanpa kita rencanakan, hari ini ada 3 peristiwa. 80 tahun yang lalu, di hari ini, Bung Karno mengucapkan pidato yang terkenal, yang judulnya 'Indonesia Menggugat' di depan pengadilan Belanda di Bandung, persis hari ini, 27 Desember.



27 Desember 1949, 61 tahun yang lalu, Belanda atas tekanan Amerika, terpaksa mengakui kedaulatan Indonesia. Kita sebenarnya melakukan proklamasi sepihak, ini bedanya kita dengan Malaysia. Malaysia, Indiia, kemerdekaan diberikan. Indonesia berbeda, kita proklamasi sepihak, kita tidak mau (dijajah), kita merdeka sendiri, dan akhirnya Belanda mau mengakui, pada hari ini, 61 tahun yang lalu.



Dan yang ketiga, hari ini juga, kita meluncurkan sebuah gerakan kebangkitan ekonomi rakyat Nusantara.



Apakah ini kebetulan? Saya rasa tidak. Saya juga tidak menduga bahwa 3 peristiwa penting terjadi hari ini.



Dan kalau itu terjadi di Bali, ini jadi alasan lain yang menjadikan Bali harus menjadi awal kebangkitan ekonomi rakyat. Masyarakat Bali harus memberi contoh. Contoh tidak harus dari Jakarta, contoh bisa dari mana saja. Sekarang, jarak telah mati. The death of distance, karena ada teknologi. Petani kacang tanah dari Georgia, suatu hari bisa jadi Presiden AS, namanya Jimmy Carter. Ada gubernur dari negara bagian AS, kalau di sini seperti NTT, bisa 2x jadi presiden AS. Namanya Bill Clinton. Itu karena jarak tidak menjadi persoalan. Begitu juga, Bali harus bisa jadi contoh bagi bangsa Indonesia.



Contoh apa? Contoh dari semangat kebangsaan!



Nasionalisme kita harus lebih dari sekedar semangat (saat pertandingan sepak) bola, itu sesaat. Kita pilu rasanya saat Indonesia dipecundangi 3-0. Di SMS kita menyalahkan Malaysia karena pakai laser. Kalau karena laser, 1-0 ya maklum. Kalau 3-0, ya kita kalah koq.

Tapi bukan itu masalahnya. Kenapa rasa kebangsaan timbul hanya karena bola. Kenapa kalau bangsa kita diseterika, diperkosa, ratusan orang, tidak timbul rasa nasionalisme kita. Kenapa kita tidak marah. Paling ngedumel, ngomel.



Tadi pesan Sdr. Ferdinand jelas, kita harus bertindak. Kalau lampu mati menjadi gelap, jangan ngomel. Cari lilin, terangi. Dengan tangan kita. Itu tugas kita. Dan itu yang harus kita lakukan!



Saya meneruskan pesan Bung Karno, 80 tahun yang lalu. Ketika beliau diadili, beliau mengatakan "Kita sekarang mengadili kolonial Belanda". Beliau sedang diadili, tapi justru beliau (balas) mengadili kolonial Belanda. Belanda ke sini bukan untuk misi suci seperti 'membuat beradab orang-orang inlanders'... kita dihina oleh Belanda. Di banyak tempat, kalau di Bandung ada perkumpulan di bumi Sangkuriang, kalau di Jakarta di harmoni ada Sositet, ada pengumuman besar "Anjing dan pribumi dilarang masuk". Jadi kita ini disamakan semacam keturuan anjing, begitu cara Belanda menghina kita.



Saya kebetulan pernah tinggal di Belanda, saya sering ke museum, saya merenung tentang makna penjajahan dan melihat bangunan kokoh di sana, semua itu adalah hasil keringat dan darah dari leluhur kita dulu, yang menciptakan suatu momentum besar, Belanda melakukan akumulasi ekonomi secara besar-besaran dan menjadi negara yang kuat sampai saat ini.



Bangsa kita ini bangsa yang 'keple' betul dulu itu. Keplenya apa? Mudah diadu domba, itu nomor satu, dan teorinya Belanda begitu, devide et impera. Pemimpinnya itu bisa disuruh menindas bangsa sendiri. Caranya dipuji-puji, sekedar disogok, dia sudah menjadi budak kaki tangan dari kepentingan VOC, kepentingan kapitalisme Belanda.



Jadi Bung Karno mengingatkan kita semua waktu itu, ada 4 hal kenapa Belanda dan bangsa Eropa datang ke Indonesia. Pertama, kita hanya menjadi bangsa pemasok bahan mentah. Kedua, kita hanya menjadi tempat penanaman modal asing. Yang ketiga, kita hanya menjadi pemasok buruh murah. Yang keempat, kita hanya menjadi tempat pemasaran hasil industri maju. Inilah yang menurut Bung Karno sebagai sendi dasar kolonialisme. Jadi kalau Anda berpikir tentang ekonomi nasional, pikirkanlah... apakah ke-4 hal ini kita sudah bebas apa belum?



Kita sudah bebas belum dari 4 hal ini? Dulu Bung Karno persoalkan, bangsa Indonesia itu bangsa yang cukup diupah sebenggol sehari, dan kita jadi 'nation of coolies, and coolie among nations'. Sebenggol waktu itu setara 5 kg beras, setara saat ini Rp35.000,-. Upah kita sekarang bagaimana? Sekitar itu atau lebih tinggi? Berapa? Bisa lebih rendah! Ternyata lebih rendah dari jaman (penjajahan) Belanda!



Kita masih export bahan mentah, beli barang jadi. Kita ekspor biji coklat, kita import coklat dari Swiss yang tidak ada pohon coklat, tapi negara (pengekspor) coklat yang terkenal. Dan banyak lagi contohnya.



Bahkan sekarang kita meningkat, dari tadinya jadi kuli di negeri sendiri, sekarang jadi kuli dan babu di negara orang, diperkosa, dilempar dari loteng, diseterika, dan tidak ada tumbuh ketersinggungan kita karena bangsa kita dinista. Sesungguhnya apa mereka (para TKI) senang pergi ke negara asing? Kalau pakai kontrak, tidak apalah, profesional, kan? Tapi kalau jadi babu, tidak ada kontrak, kan jadi hamba sahaya di negara orang.



Apa untuk itu kita sudah merdeka 65 tahun lebih ini? Jadi ini pertanggungan besar yang harus menggugat nurani kita semua. Nasionalisme kita tidak boleh hanya sekedar nasionalisme bola. Kita harus sadar AKAR dari kenapa kita masih tercengkeram dalam sebuah sistem yang merupakan terusan dari sistem (penjajahan) lama yang oleh Bung Karno disebut sebagai neo-kolonialisme, kolonialisme bentuk baru. Jadi negaranya sudah merdeka, yang di atas bukan gubernur jendral Belanda, tapi struktur ekonominya masih sami mawon, sama-sama saja... itulah tantangan besar kita.



Pada kurun waktu yang bersamaan Bung Hatta diadili di Belanda karena dianggap melancarkan kegiatan anti penjajahan di tanah air. Dan Bung Hatta dengan geram mengatakan, "lebih suka aku melihat Indonesia tenggelam ke dasar lautan daripada melihatnya sebagai embel-embel abadi negeri asing".



Pesan ini adalah pesan dari orang-orang yang memberikan seluruh hidupnya untuk kemerdekaan kita. Dan bersama dengan para pendiri Republik, ada ribuan orang yang bersedia mati untuk Republik.



Setelah kita merdeka, kerja kita bertengkar saja satu sama lain. Pertandingan bola bertengkar, antar kampung bertengkar, pemilihan bupati ribut, berkelahi. Sementara negara lain maju pesat meninggalkan kita.



Kita ini sepertinya sedang hidup dalam ketidak-warasan kolektif. Ini kesintingan bersama, ini. Sebenarnya apa yang terjadi dengan bangsa kita, kenapa kita begitu tidak waras, ya. Makin sering saya ke luar negeri, makin sakit perut saya melihat bangsa ini. Tapi ya itu, kita hanya bisa menyalahkan, pengamat mengkritik pemerintah. Mengkritik pemerintah itu perbuatan paling gampang, ga usah sekolah juga bisa lah. Saya pernah jadi pemerintah belasan tahun, jadi merasakan juga, kan. Tapi yang penting apa yang kita lakukan? Kalau lampu mati, kamar gelap, jangan mengomel, cari lilin, nyalakan lampu. Itu yang harus kita lakukan. Itu satu perkara.



Perkara kedua begini. Tahun 2015, kita di Asia Tenggara sesuai kesepakatan para pemimpin kita, akan berintegrasi secara ekonomi. Semua tarif lalu lintas perdagangan barang dan jasa, akan dibuat mendekati nol. Tahun itu kita mungkin tidak akan melakukan single currency (mata uang tunggal) karena perbedaannya terlalu jauh ... Kita ini bagian dari sebuah kawasan ekonomi berpenduduk 600 juta orang, yang volume ekonomi bersamanya akan mencapai sekitar 3 Triliun Dollar. Indonesia sekarang sudah mencapai sekitar 750 Milyar Dollar (7000 triliun rupiah). Yang terpenting dari itu, kalau kita kembali ke struktur ekonomi yang tadi saya ceritakan, adalah sektor perdagangan barang dan jasa, ini jumlahnya sekitar 2000 triliun rupiah. Ketika perdagangan dikuasai orang (bangsa) lain, maka produksi (dalam negeri) akan terhambat, karena perdagangan adalah sektor yang paling banyak menghasilkan surplus.



Beberapa minggu yang lalu ketika membuka muktamar ICMI di Istana Bogor di depan para menteri dan Wapres Budiono, Pa Habibie memberi ceramah yang menyebut kalau ekonomi kita ini namanya ekonomi VOC. Kata Pa Habibie, ini belum berubah. Pasar kita tidak untuk bangsa kita tapi untuk orang lain, ini namanya ekonomi VOC, katanya. Mudah-mudahan para menteri dan wapres tahu yang dimaksud Pa Habibie. Tapi saya akan menjelaskan dalam teorinya Bung Karno tadi, yaitu kita masih menjadi tempat pemasaran hasil produksi negara lain.



Jadi tugas kita ini adalah menjadikan pasar Indonesia adalah pasar bagi produksi bangsa kita sendiri. Bagaimana bisa? Ini yang mau saya ceritakan di bagian ketiga.



Pada tahun 1848, ada seorang yang kaya, yang kerjanya sedekah. Kalau di Bali seperti Pa Frans Bambang Siswanto, kira-kira begitu. Hobinya apa? Hobinya sedekah. Dan Tuhan menjanjikan, makin banyak kita memberi, makin banyak kita diberi. Sederhana saja...



Kata Pa Frans ini, kita memberi pada ciptaan Tuhan yang hidupnya susah, artinya kita berbuat untuk Tuhan. Begitulah kira-kira. Ngga usah dipikir balasnya. Bahkan dalam ajaran agama dikatakan, kalau kita memberi, berikan dengan tangan kanan seperti tangan kiri kamu juga tidak tahu. Begitu ajarannya. Jadi jangan orang miskin ini dijadikan pameran kedermawanan. Orang kaya itu kadang kelakuannya seperti itu. Suruh antri, itu namanya pemerintah, ambil BLT. Menunjukkan pemerintah itu sangat dermawan, kira" begitu, padahal ini kan uang-uang rakyat juga. Masih ingat kan BLT? Apa itu? Bantuan Langsung Telas (habis) :D Paham saya itu begini... orang miskin itu tidak punya apa-apa, kecuali satu saja, kita tidak boleh mengambil yang tinggal satu itu. Yaitu apa? Harga diri.

Kalau disuruh antri, desak-desakan, terinjak-injak untuk menerima sedekah, itu namanya berbuat jahat, menjadikan orang miskin objek pameran kedermawanan. Kadang tujuan politik, habis pemilu kan ngga ada lagi BLT, betul tidak? Itu ngga boleh...



Nah orang ini, orang Inggris, di kota Rochdale, namanya Robert Owen (http://id.wikipedia.org/wiki/Robert_Owen) berpendapat pada masa awal kebangkitan revolusi industri di Inggris... jadi koperasi bukan dari Indonesia, ini dari Inggris. Jadi sebenarnya kita nyontek pemikiran dari orang lain, 1848, jauh sebelum revolusi Bolshevik di Rusia.



Jalan pikiran Robert Owen dengan Karl Max berbeda. Kalau Karl Marx melawan kelas berpunya, Robert Owen membangkitkan kesadaran, pemberdayaan, perubahan dari dalam diri para buruh industri tekstil pada saat itu, yang dihisap oleh sistem kapitalisme di Inggris. Dia bikin koperasi. Dia membantu. Intinya apa? Tidak menjadikan orang itu objek pameran sedekah, tapi membantu dengan pendidikan, dengan dukungan pemodalan, supaya dia itu bangkit melawan kemiskinannya. Membangkitkan dari dalam. Inilah paham koperasi yang pertama digerakkan oleh Robert Owen.



Gerakan koperasi internasional berdiri tahun 1895, didirikanlah ICA (International Cooperative Alliance - http://www.ica.coop/al-ica/). Hari ini, 80% orang dewasa di Inggris (menjadi anggota koperasi) ..[video terpotong di sini].. (perekonomian di Singapura) dikuasai oleh koperasi. Kenapa? Saya tanya rekan saya menteri di Singapore, kalau gak pake koperasi riskan, we cannot afford untuk melihat instability of economy. Kalau koperasi, harga stabil. Karena koperasi dibangun untuk melayani anggota. Bukan anggota melayani koperasi, tapi koperasi melayani anggota.



Apa dasarnya? Dasarnya adalah kesetaraan. (contohnya) kalau kita kongsi (membentuk perusahaan) dengan Oom Liem, kita bukan siapa-siapa. Uangnya ratusan miliar, susah kalau kita bikin kongsi (dengan konglomerat). Tapi kalau di koperasi sama-sama satu suara, tidak usah kuatir. Itulah hebatnya koperasi. Karena di koperasi yang dimuliakan manusianya, bukan isi kantongnya. Padahal di hadapan Tuhan kita sama saja. Kalau kita mati kan selesai yang namanya jabatan, pangkat, harta, selesai. Karena itu, prinsip kesetaraan ini harus kita pegang teguh.



Yang kedua, sistem terbuka dan demokratis. Kalau PT itu kumpulan saham, kalau koperasi kumpulan orang yang berusaha. Prinsipnya kumpulan orang, karena itu kalau koperasi harus ada prinsip yang paling penting: kejujuran. Kejujuran harus dijamin dalam suatu sistem modern. Sekarang ada teknologi IT, memungkinkan informasi itu harus dibuka di web, supaya orang percaya. Dan dasar koperasi itu harus selalu mengadakan pendidikan.



Saya bertemu dengan teman" ini, saya tentu lebih tua daripada teman", tapi saya meliaht teman" ini punya semangat yang membara seperti isi dari gunung Merapi, menggelegar. Dan saya ingin teman" harus memberikan semangat kemerdekaan, yang menciptakan kemartabatan bangsa, yang menciptakan persaudaraan, gotong royong, tanpa memandang perbedaan asal-usul, keyakinan, agama, suku, itu terwujud karena ada semangat Bhinneka Tunggal Ika, yang menjadi komitmen kita, yang menjadi mandat kita untuk mendirikan negara Republik Indonesia. Kita harus jaga pesan dari para pendiri bangsa untuk membangun Indonesia yang berkeadilan. Itu bukan jatuh dari langit, itu harus diperjuangkan, dengan tindakan-tindakan, tidak dengan omongan, apalagi cuma dipikir.



Kalau sistem seperti ini dibiarkan, ada konsentrasi kepemilikan aset hanya di tangan segelintir orang, yang lain dalam keadaan papa (miskin), sistem keuangan lebih memihak pada yang punya aset, karena itulah desain dari lembaga keuangan yang menopang, maka yang dapat kemajuan karena dapat pinjaman, dapat kesempatan hanya yang punya uang. Apa akibatnya? Yang kaya tambah kaya, yang miskin tambah... anak, begitu kan...



Ini harus kita hentikan, ngga benar sistem ini. Kalau mengharapkan pemerintah itu baik, tapi mungkin ya, saya ini bekas orang pemerintah, pemerintah sibuk urusan lain. Ada Gayus, ada Century, ada Kesultanan Yogya, jadi banyak soal, kasihan juga pada pemerintah.



Jadi kita bantu sajalah. Ini agenda nasional, kita mengembangkan suatu sistem yang baru, yang saya bilang pada teman", saya tahu teman" ini pernah mengerjakan suatu pekerjaan yang sangat sulit sekali, yaitu... [video dipotong di sini]. Selamat berjuang!



Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.



________________________________________________

Catatan: transkrip ini disunting seperlunya tanpa mengubah konteks pemikiran

Tidak ada komentar:

Posting Komentar